Aparat Berwenang Terkesan Tidak Punya Nyali, Usut PR Bakapindo

    Aparat Berwenang Terkesan Tidak Punya Nyali, Usut PR Bakapindo
    Ekskavator milik PT Bakapindo

    Bukittinggi - Menyikapi perihal lambatnya aparat Kepolisian Sektor Tilatang Kamang dan atau Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bukittinggi tentang kewenangan yang dimiliki dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, masih sangat dipertanyakan. 

    Hal ini terkait dengan tidak adanya proses atau tindakan hukum dari kasus atau peristiwa dugaan tambang batu ilegal di Kampung Sungai Dareh, Jorong Pauh, Nagari Kamang Mudiak, Kabupaten Agam yang masih berada di wilayah hukum Polresta Bukittinggi. 

    Dalam definisi Prof. Andi Hamzah seorang Pakar Ilmu Pidana Indonesia telah mendefinisikan tentang bukti dan alat bukti, yaitu, sesuatu untuk meyakinkan kebenaran suatu dalil, pendirian dan dakwaan. 

    Alat bukti ialah upaya pembuktian melalui alai-alat yang diperkenankan untuk dipakai membuktikan dalil-dalil atau dalam perkara pidana dakwaan disidang pengadilan, misalnya keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan termasuk persangkaan dan sumpah. 

    Dalam kasus ini, Mardi Wardi SH, selaku Tim Advokasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Bukittinggi, pada Rabu, 16 November 2022 mengatakan bahwa bukti didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa, keterangan nyata. Sedangkan yang dimaksud alat bukti adalah segala sesuatu hal maupun benda yang ada hubungan dan kaitannya dengan suatu kejadian atau peristiwa tertentu. 

    Selanjutnya kata Mardi, menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 184 (1) disebutkan bahwa alat bukti yang sah ialah:
    1. Keterangan saksi,
    2. Keterangan ahli
    3. Surat,
    4. Petunjuk,
    5. Keterangan terdakwa.

    Menurut Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ketika penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

    Penangkapan harus ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana dengan minimal dua alat bukti yang sah. Tujuan utama penangkapan adalah untuk membawa tersangka ke hadapan pengadilan guna menentukan tuduhan terhadapnya.

    Pentingnya alat bukti dalam penangkapan oleh polisi juga tercantum dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

    "Ketika hal ini dikaitkan dengan kasus tambang batu ilegal di sungai dareh yang ada kaitannya dengan PT. Bakapindo. Ini sangat menyedihkan, seolah perusahaan ini memiliki kekebalan hukum terhadap aturan perizinan, kehutanan, lingkungan hidup, pertambangan, lalu lintas, Perda Agam termasuk dengan aturan kearifan lokal masyarakat sekitar dan aturan pidana, " kata Mardi. 

    Sedangkan jika bicara penangkapan, menurut Zulhefrimen SH Praktisi Hukum Sumbar, Riau, Jambi menambahkan bahwa itu kewenangan yang dimiliki polisi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Penangkapan dapat dilakukan jika terdapat bukti yang cukup.

    "Jadi pertanyaannya, apakah harus menunggu laporan dulu hingga Polisi harus bergerak. Padahal berdasarkan peristiwa, data fakta dan alat bukti di lokasi kejadian sudah sangat terang benderang, " katanya. 

    Lanjut Lujur, kalau hanya sekedar itu alasan pihak Kepolisian lalu berbuat sesuatu tindakan, nanti akan kami buat. Sudahlah, Jangan ditambah juga kerja masyarakat ke Polisi, inikan sudah jelas. 

    "Saya harap Polresta Bukittinggi jangan terlalu ditonjolkan 'permainan ini', masyarakat sudah melek hukum kok, " tegas Lujur sapaan Zulhefrimen. 

    Nah, berkaitan dengan penangkapan tegas Lujur, hanya dapat dilakukan dalam pelaksanaan tugas kepolisian dengan alasan:

    a. terdapat dugaan kuat bahwa seseorang telah melakukan kejahatan,
    b. untuk mencegah seseorang melakukan kejahatan, dan
    c. untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.

    Dan penangkapan yang berkaitan dengan tindak kejahatan atau tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam poin pertama harus berlandaskan bukti permulaan yang cukup, yakni minimal dua alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.

    "Sudah-lah bro... Biasa-biasa saja-lah, " ucap Lujur sambil meledek. 

    Sementara itu, saat Tim Jurnalis menghubungi Kapolsek Tilkam, Iptu Syafri dan Wakapolresta Bukittinggi, Kompol Suyatno, pada Rabu, 16 November 2022 hingga jelang pukul 13.00 wib, tidak juga mendapat tanggapan melalui saluran telepon. 

    "Sebenarnya, Polisi-pun bisa melakukan penangkapan dalam rangka memberikan perlindungan kepada pihak yang menurut peraturan perundang-undangan perlu dilindungi. Mau sampai kapan kita tunggu sikap Polsek Tilkam dan atau Polresta Bukittinggi, semoga hal ini bisa didengar oleh Saudara Kapolri Jenderal Sigit Listiyo, " tutup Lujur. (Tim)

    bukittinggi sumatera-barat
    Linda Sari

    Linda Sari

    Artikel Sebelumnya

    Pemko Bukittinggi Gelar Bimtek Capacity...

    Artikel Berikutnya

    Wako Erman Sambut Hangat Kunjungan BKOW,...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Sudah Saatnya Pemerintah Membangun Koperasi Indonesia Inc., Sebuah Solusi untuk Kesejahteraan Bangsa
    Panglima TNI Sambut Kedatangan Presiden RI Setelah Kunjungan Kerja di Mesir dan Ikuti Rapat Terbatas Dengan Presiden
    Polri Lakukan Pelatihan Gabungan Ambulans Udara, Tingkatkan Pelayanan Darurat Saat Nataru
    Panglima TNI Terima Audiensi Siswa-Siswi SMA Taruna Nusantara
    Lanud Sultan Hasanuddin Gerak Cepat Bantu Korban Banjir di Maros

    Ikuti Kami